Kamu tidak akan perduli rasanya tidak dihiraukan, beranggapan bahwa kamu hanyalah angin yang bahkan hanya sekedar lewat saja.
Tidak perlu untuk apa angin itu mengampirimu, setidaknya beberapa kali datang menghampiri dengan memberi kesejukan, lalu kamu pergi meninggalkannya.
Setidaknya ucapan terima kasih saja sudah menyenangkan angin ini, "Terima kasih telah hadir dan menyejukannku walau hanya beberapa saat" namun kenyataannya kamu hanya diam dan berpaling.
Seperti tidak punya kenangan denganku, mungkin hanya aku yang masih mengutak-atik dan memikirkan kenangan beberapa waktu lalu...
Berdebat dengan perasaan dan otak itu tidaklah baik, perasaan ini selalu meminta untuk menjauhimu namun otak ini selalu bercengkraman dengan kenangan yang lalu.
Sesering mungkin perasaan ini tak pernah diacuhkan maka semakin sering hati ini meronta, meminta belas kasih untuk dihiraukan.
Tidak hanya sekali dua kali mata ini menahan air yang akan membasahi pipi ini, tidak pernah mengenal waktu dan sesuka hati air ini mengalir.
Aku tidak pernah meminta belas kasih darimu juga tidak ingin air mata ini jatuh didepanmu, namun tidak bisa kutahan lagi sepertinya ini akan meledakan isi mataku..
Seperti hujan yang beradu dengan badai angin, tentu perasaan ini berkecambung seperti itu, tidak perduli pada siapa aku menangisinya, menahan rindu yang selalu bergetar hebat, juga tidak perduli amarah yang selalu terpendam dimanapun dan kapanpun.
Tidak pernah nalar ini berbicara tentang kebohongan, yang terus dipikirkan hanya kebenaran, kebenaran bahwa kamu memang seperti yang aku lihat.
Tidak perduli orang lain berbicara buruk tentangmu juga mata ini beberapa kali buta oleh kelakuanmu.
Yang kutahu hanya aku menyayangimu seperti lebah yang selalu menghisap sari bunga tanpa harus melukainya, seperti duri pada bunga mawar yang selalu menjaganya agar tetap aman dari tangan-tangan jahat tanpa melukai bunga mawar itu.
Tidak perduli seberapa buruk aku terlihat murahan dihadapanmu, yang kutahu hanya cara untuk membahagiakanmu.
Tidak ada yang perlu disalahkan, dengan siapa hati ini terluka tergores dan terluka lagi hingga akhirnya membusuk seperti ini.
Bukan kamu yang harus saya salahkan, namun diri ini melakukan hal yang benar.
Tidak bisa kusalahkan dirimu dengan kelakuanmu namun diri ini juga terlihat bodoh jika disalahkan, tebak siapa yang harus ku salahkan? kita tak pernah mau menjadi tersangka tanpa berpikir betapa sakitnya perasaan yang dihadapi sang korban.
Aku hanya beberapa kali melihat fotomu, tidak bisa kusalahkan orang yang mengambil banyak kenangan kita. Karena memang aku yang mengabadikan setiap kenangan yang kita lalui kemarin.
Tak bisa kusalahkan lagi, dengan siapa hati ini mencinta dan terluka.
Bahkan kamu saja sudah tidak perduli dengan luka yang kamu buat sendiri, aku tidak pernah menyalahkanmu atas luka yang kamu buat, setidaknya obati luka ini walau hanya setengah kering agar saat kamu pergi meninggalkanku luka ini tidak terlalu basah.
Kini yang selalu ingin ku katakan hanya, "Aku merindukanmu"
Tidak perlu untuk apa angin itu mengampirimu, setidaknya beberapa kali datang menghampiri dengan memberi kesejukan, lalu kamu pergi meninggalkannya.
Setidaknya ucapan terima kasih saja sudah menyenangkan angin ini, "Terima kasih telah hadir dan menyejukannku walau hanya beberapa saat" namun kenyataannya kamu hanya diam dan berpaling.
Seperti tidak punya kenangan denganku, mungkin hanya aku yang masih mengutak-atik dan memikirkan kenangan beberapa waktu lalu...
Berdebat dengan perasaan dan otak itu tidaklah baik, perasaan ini selalu meminta untuk menjauhimu namun otak ini selalu bercengkraman dengan kenangan yang lalu.
Sesering mungkin perasaan ini tak pernah diacuhkan maka semakin sering hati ini meronta, meminta belas kasih untuk dihiraukan.
Tidak hanya sekali dua kali mata ini menahan air yang akan membasahi pipi ini, tidak pernah mengenal waktu dan sesuka hati air ini mengalir.
Aku tidak pernah meminta belas kasih darimu juga tidak ingin air mata ini jatuh didepanmu, namun tidak bisa kutahan lagi sepertinya ini akan meledakan isi mataku..
Seperti hujan yang beradu dengan badai angin, tentu perasaan ini berkecambung seperti itu, tidak perduli pada siapa aku menangisinya, menahan rindu yang selalu bergetar hebat, juga tidak perduli amarah yang selalu terpendam dimanapun dan kapanpun.
Tidak pernah nalar ini berbicara tentang kebohongan, yang terus dipikirkan hanya kebenaran, kebenaran bahwa kamu memang seperti yang aku lihat.
Tidak perduli orang lain berbicara buruk tentangmu juga mata ini beberapa kali buta oleh kelakuanmu.
Yang kutahu hanya aku menyayangimu seperti lebah yang selalu menghisap sari bunga tanpa harus melukainya, seperti duri pada bunga mawar yang selalu menjaganya agar tetap aman dari tangan-tangan jahat tanpa melukai bunga mawar itu.
Tidak perduli seberapa buruk aku terlihat murahan dihadapanmu, yang kutahu hanya cara untuk membahagiakanmu.
Tidak ada yang perlu disalahkan, dengan siapa hati ini terluka tergores dan terluka lagi hingga akhirnya membusuk seperti ini.
Bukan kamu yang harus saya salahkan, namun diri ini melakukan hal yang benar.
Tidak bisa kusalahkan dirimu dengan kelakuanmu namun diri ini juga terlihat bodoh jika disalahkan, tebak siapa yang harus ku salahkan? kita tak pernah mau menjadi tersangka tanpa berpikir betapa sakitnya perasaan yang dihadapi sang korban.
Aku hanya beberapa kali melihat fotomu, tidak bisa kusalahkan orang yang mengambil banyak kenangan kita. Karena memang aku yang mengabadikan setiap kenangan yang kita lalui kemarin.
Tak bisa kusalahkan lagi, dengan siapa hati ini mencinta dan terluka.
Bahkan kamu saja sudah tidak perduli dengan luka yang kamu buat sendiri, aku tidak pernah menyalahkanmu atas luka yang kamu buat, setidaknya obati luka ini walau hanya setengah kering agar saat kamu pergi meninggalkanku luka ini tidak terlalu basah.
Kini yang selalu ingin ku katakan hanya, "Aku merindukanmu"
0 komentar:
Posting Komentar