Kamu tidak tahu rasanya berkeluh kesah pada sang bintang namun malam ini tak ada bintang yang bisa mendengarkanku, kamu tidak tahu rasanya tutup mulut saat bibir ini ingin sekali mengatakan kata rindu.
Air mataku jatuh tanpa ku sadari
Seperti debu yang menempel dijendela, rasanya takkan hilang bila hanya ditiup.
Seperti mempertahankan sesuatu, walau hanya mempertahankan namun tak pernah diperjuangkan.
Miris rasanya
Air mata yang terlihat bening itu ternyata mengandung banyak warna didalamnya, rasa takut, amarah, bahagia bercampur menjadi satu seolah semua rasa terdapat didalamnya.
Dia indah...
Bahagia tercipta bersamanya, tertawa bersama pelangi dan menangis bersama hujan.
Seperti itu ungkapan yang ku maksud untukmu.
Rasa marah tercipta seperti sambaran petir yang siap menghujamimu dikala amarah memuncak.
Rasa percaya ini seperti salju yang menumpuk dikala musim dingin.
Rasa kecewa ini bagai kemarau yang mengerikan, mengering hingga terlihat retakan yang membuatku miris mengingatnya.
Rasa ini seperti musim gugur, terjatuh dan berhamburan ditanah namun hati ini selalu tumbuh seperti dedaunan dipohon.
Mungkin beberapa kali daun itu akan gugur namun akan tumbuh daun-daun yang baru, sama seperti perasaan ini yang jatuh dikala rasa lelah menghampiri malu rasanya tetap menantimu, namun perasaan itu hanya berkeluh sebentar lalu berubah menjadi perasaan baru yang ternyata sulit untuk dihilangkan.
Dan ada perumpaan yang ku maksud.
kamu seperti pohon dan aku seperti daun yang tumbuh di batangmu.
Karna sebuah batang pohon akan selalu ditemani oleh sang dedauanan.
Ketika aku gugur, tanpa rasa malu aku tumbuh kembali di sisimu, setia menemani hingga ajal menanti, seperti pohon tua yang siap untuk ditebang.