RSS

Rindu untuk bulan Desember.

Rasanya hari ini, dibulan Desember ditahun yang terasa berbeda kini.
Mungkin karena cuaca hari ini yang begitu dingin, selepas hujan yang mengguyur sejak pagi tadi.
Namun kenyataannya memang suasana tahun ini  memang selalu seperti ini.
Seperti tahun-tahun sebelumnya.
Tahun-tahun selepas kau pergi.

Rasanya hari ini masih kulihat senyumanmu disudut teras rumahku, seperti malu-malu untuk menunjukkan gigi gingsulmu.

Rasanya hari ini masih kulihat dirimu disudut teras rumahku, tidak malu-malu menyanyikan lagu kesukaanmu, ditemani petikan suara gitar yang hangat ditelingaku.

Rasanya hari ini masih kulihat dirimu disudut teras rumahku, tidak malu-malu untuk datang sekedar menikmati kopi hangat kesukaanmu.

Rasanya hari ini masih kulihat dirimu disudut teras rumahku, tidak malu-malu memainkan 41 dengan wajah penuh dengan bedak bayi.

Rasanya hari ini masih kulihat dirimu disudut teras rumahku, membawakan martabak telor kesukaanku karena merayakan ulang tahunmu hari ini.

Rasanya rinduku benar-benar sudah tak tertahankan lagi.
Selepas pertemuan terakhirku denganmu, dibawah rintik hujan malam minggu yang romantis itu.
Obrolan manis tentang siapa yang akan sidang skripsi lebih dulu, antara aku dengan kamu.
Ditemani angin malam yang rasanya lebih dingin dari sikapmu.

Rasanya tak pernah sesakit malam itu.
Saat aku berani bertanya tentang kabarmu selama 3 tahun dengannya.
Dan kamu yang sekedar untuk menjawab pertanyaan itu, mungkin hanya untuk menjaga perasaanku.
Bahwa kamu tahu.
Aku yang membahasnya lebih dulu.

Rasanya rinduku sudah tak tertahankan lagi.
Selepas kepergianmu.
Kenangan indah yang biasa kita lakukan.
Atau mungkin hanya aku yang berpikir bahwa kenangan itu indah.

Terima kasih untuk semua kenangan manismu.
Selama tahun-tahun lalu.
Hari-hari yang luar biasa saat bersamamu.

Untuk hari-hari yang amat kunanti, 22 tahun yang lalu lahir bayi manis yang kini tumbuh jadi pria dewasa.

Punggung yang kesepian itu kini sudah tak lagi sendiri, ada tangan hangat yang mampu memeluk punggungmu.
Tangan yang mampu mengubah punggung dingin yang menghangat.
Terima kasih untuknya, meski bukan aku.

Terima kasih untuk ibumu, telah melahirkan laki-laki yang menemaniku menciptakan kenangan indah.

Terima kasih untukmu, dan maaf dariku yang belum bisa melupakanmu.

Selamat ulangtahun punggung kesepianku.
Punggung yang selalu membuat hatiku bergetar hanya dengan melihatnya.

Ada rindu yang tidak bisa terucap

Ada beberapa kata yang tidak mudah di ungkapkan.
Seberapa besar kau mencoba memendamnya.      
Sesulit kau menyembunyikannya.  
Perasaan itu akan terus bergejolak, meminta untuk di keluarkan.   
Seolah ingin menang.    
       
Ada ribuan kata yang bisa membuatmu bahagia.
Selain kata cinta.            
Aku rindu padamu.         
 
Aku belajar menjadi dewasa, bukan lagi anak kecil yang merengek ingin bertemu saat rindu.
Aku belajar menjadi wanita dewasa, seperti yang selalu kita bicarakan saat bersama dulu.
                                       
Maaf bukannya tak ingin mengatakan.
Rasanya terlalu sulit untuk di ungkapkan.                                         
Bukan suatu kesalahan jika merindu.
Hanya saja ada rindu yang tidak bisa selalu kau ucapkan.

Kau tau ini berat untukku, menahan rindu untuk seorang perindu.
Jika saja hatiku sedingin dirimu. Rindu tak akan seberat ini.

Kau tau rindu tidak selalu menyenangkan untuk di katakan, tidak selalu menyakitkan untuk ditahan.

Aku tau kau kini telah bahagia, dan aku juga telah bahagia kini.
Hanya saja ada beberapa kenangan yang patut untuk dikenang. Ini bukan sebuah alasan bahwa aku belum melupakanmu. Ini menjadi sebuah pelajaran, bagaimana caranya menghargai seseorang yang menghabiskan waktu bersamamu.

Tidak, kau tau melupakan seseorang tidak semudah kau mengatakan pergilah.
Ada rasa sesak dan sakit yang teramat dalam jika kau tak bisa menahannya.
Butuh waktu memang untuk mengikhlaskan kepergian.
Aku tau, aku sudah seperti orang dewasa bukan? Haha

Biarkan aku merindu untuk terakhir kalinya. Dan terima kasih untuk sedikit waktu yang pernah kita habiskan bersama.

Hai.. Maaf, aku hanya. Rindu.

Hai..

Lama tak berjumpa.

Setahun sudah sejak kejadian itu, aku bahkan tak pernah menulis tentangmu.
Mungkin sekarang kemampuanku berkurang drastis. Hahaha

Kenapa kumulai menulis tentangmu? Aku hanya.. Rindu padamu!

Rindu ini masih sama seperti yang selalu ku ucapkan dulu.
Hanya saja rindu yang ini terasa berbeda.
Rindu ini takut membuatmu membenciku, rindu yang akan membuatmu menjauhiku.
Rindu yang selalu kutahan selama setahun terakhir ini.

Detak jantungku mungkin tak terdengar sama seperti masa itu, kini dia lebih tenang saat dihadapanmu. Tidak. Bukan karna tidak mencintaimu lagi!
Hanya saja aku berusaha keras agar tidak terlihat mencintaimu lagi. Aku tau kamu pasti tau itu. Aku mungkin kalah, atau usahaku yang tidak terlalu keras.

Hai..

Bisakah aku menghubungimu? Atau lebih tepatnya menggangguimu seperti dulu?
Biasanya aku tak perlu ijin darimu. Tapi sekarang bukanlah masa itu.

Aku bukannya tidak ingin memandangmu, tapi setiap kali memandangmu.
Membuatku lebih dalam mencintaimu.

Hai..

Saat aku tidak lagi disampingmu seperti dulu. Bukan berarti aku melupakanmu.
Hanya saja, aku tak perlu terang-terangan menanyakan ini padamu.

Apa kamu masih suka begadang? Tapi dengan waktu yang tidak sepagi seperti dulu bukan?
Kalau iya, aku takut tak ada yang menemanimu hingga terdengar adzan subuh.
Meski ku tau, ada yang selalu menemanimu kini.

Aku akan menceritakannya, meski kamu tidak menanyakan ini.
Sekarang aku jarang begadang loh. Sejak aku, tidak bisa menemanimu lagi.

Tapi aku masih suka minum kopi! Memang tidak dengan rasa yang seperti dulu, tapi..
Rasa itu selalu ada disetiap kopiku. Rasa yang mengingatkanmu.

Hai..

Tidakkah kamu merindukan leluconku? Aku hanya rindu bagaimana cara membuatmu tertawa.

Masihkah kamu menonton film itu? Dulu kamu sangat antusias saat kita menonton bersama!
Aku masih suka menontonnya, sekedar untuk menikmati masa indah bersamamu.

Kamu pasti masih suka mendengar alunan musik itu. Aku yakin 100% hahaha.
Sama! Aku juga selalu mendengarkannya, meski lama kelamaan membosankan.
Tapi rasa bosan itu bisa kalah loh! Kalah sama rasa rinduku!

Hai!!
Aku tau kamu pasti akan memarahiku jika kulakukan ini.
Tapi maaf, aku hanya rindu.

Haii..
Kenapa aku banyak mengatakan "Hai" ditulisan ini?
Aku hanya tak berani menyapamu. Bukan, bukannya aku pengecut.
Aku hanya sedang menjaga hatiku. Agar tidak menyakitinya.

Aku hanya tak ingin terluka, pada waktu yang ingin menjawab semua pertanyaan tentangmu..

Hari berganti demi hari.
Waktu seiring berdampingan dengan impian.
Dan kamu berlari mengejar impian bersama waktu yang melewati hari..

Detak jarum jam kini tak terdengar sma lagi, seakan waktu menunjukan padamu bahwa aku merindumu.

Hembusan angin kini terasa lebih dingin di musim panas. Aku tidak mengerti, harus nya dia lebih panas dari terik mentari. Dan aku hanya tak ingin mengerti.
Punggung yang kesepian itu kini tlah berbalik, tetap tidak menyadari atau mungkin pura-pura tidak tahu.
Dan semakin aku menatapnya itu malah membuat luka paling dalam dihatiku.

Mata coklat yang tajam..
Rahang yang tegas..
Senyum pipit yang indah..
Sempurna sekali ciptaan tuhan yang satu ini.
Membuatku lebih jatuh cinta dari sebelumnya..

Aku mengenalnya.
Sesosok punggung yang kesepian, hanya berjalan tanpa menyadari orang-orang disekitarnya.
Dan aku tertarik untuk menggodanya, hingga aku terkena panah asmara nya.

Punggung yang kesepian.
Begitulah aku menyebutnya.
Semakin hari hubungan kami membaik, dia tidak seperti yang mereka bayangkan dan aku cukup mengenalnya dibandingkan mereka.

Dan semakin hari aku mengenalnya lebih baik. Entahlah perasaanku mengatakan seperti itu, dan perasaan ini termakan Cinta.
Hari demi hari kita lewati bersama. Tidak terlalu menyenangkan tapi menciptakan harapan untukku.
Kebahagian terbesar selain bersama keluargaku.
Rumah kedua untukku berkeluh kesah.

Dan kamu adalah alasan untuk air mata yang tak pernah mengering di malam hari.
Air mata ini..
Aku bahkan tak bisa membedakannya, air mata rindu atau air mata kekecewaan.
Semua terasa samar..

Kamu memang bukan tipe orang yang banyak bicara dan bertindak, kupikir memang kamu seperti itu terhadap semua wanita. Dan aku salah.

Aku tidak menyadari nya.

Semakin aku melewati hari-hari semakin aku mengenalmu seiring berjalannya waktu, kamu tidak berubah. Atau aku yang tak pernah menyadari nya.

Aku tau kamu memang tidak terlihat seperti orang yang penuh dengan kasih sayang, dan aku tetap berharap kamu menyimpan perasaan itu.
Aku tau aku seperti orang yang sudah mengenalmu sedari bayi.

Dan aku percaya padamu.
Tidak ada alasan kenapa harus begitu mempercayaimu, yang ku tau, aku Jatuh Cinta dengan punggung yang kesepian ini.

Namun beberapa orang berkata kenapa harus begitu mencintaimu dan mempercayai semua hal bodoh? Toh nyatanya kamu tidak pernah bersikap berterima kasih atau sekedar menyadari perasaanku.

Aku buta.
Cinta memang membuatmu buta untuk melihatnya, seakan semua yang dilakukannya adalah hal baik.
Apapun kulakukan untuk membantunya.
Seperti tertimpa bebatuan yang jatuh dari langit, aku seperti tertampar pada kenyataan.

Bahwa aku hanyalah alat bantu untuk nya.

Mungkin aku pernah menyadari itu di waktu yang lalu namun semua tertimbun dengan Cinta.
Aku yang kini sadar, seperti tertimpa reruntuhan langit.
Dan aku hanya takut menerima kenyataan bahwa aku hanyalah alasan saat dia membutuhkan sesuatu. Dan kini terjawab sudah, aku memanglah itu.

Alasan kenapa kamu selalu mencariku..

Dan aku tetap mencintai mu meski aku tau. Bahwa aku hanyalah tempat saat kamu membutuhkan sesuatu.

Salam rindu untuk pemilik senyuman.

Sesekali aku menatap layar ponsel, berharap ada sebuah pesan darimu.

Sebuah senyum yang dulu terukir indah kini tak lagi terlihat.
Tatapan mata penuh kenangan itu tak lagi tercipta.

Hening.
Kini tak ada lagi yang meneriaki namamu, bibirku terkunci rapat walau hanya sekedar menyapamu.
Tak ada lagi wanita yang berdiri disampingmu kini, hanya bayangan yang menemani setiap langkah kakimu.

Tidakkah kau merindukan kenangan kecil itu? Sekedar senyum atau sapaan ini?
Aku begitu merindukanmu.
Tak ada lagi yang bisa ku kerjakan sekarang, hal-hal bodoh untuk menggangguimu kini tlah kutinggalkan.
Perpisahan ini menyakitkan.
Kubiarkan aku melewati ini, seolah-olah sudah sanggup menanggung bebannya.

Sisa-sisa kenangan yang menggerogoti rindu ini, sakit sekali saat mengingatnya.
Tak lagi ku biarkan tinta pena menulis indah namamu, hanya sajak penuh kerinduan yang terukir dalam namamu.
Sebuah nama yang memiliki kerinduan dengan keraguan yang membuatku berpikir yang aneh-aneh.

Ketika mentari terbit, ku sampaikan pada embun pagi bahwa rindu ini terus berhebus layaknya angin sejuk dipagi hari.
Saat siang tiba, ku alirkan rindu ini seperti sinar matahari yang melekat pada bumi.
Namun ketika malam tiba, hanya ku pancarkan saja seperlunya layaknya gemerlap bintang yang tau bahwa tak ada lagi yang lebih bersinar selain bulan dan dirinya.

Masa yang kini telah habis tercipta, ter-untuk senyum yang menghiasi luka.

Aku tersenyum seperti orang yang tidak menyimpan luka, padahal kau tau hatiku sungguh terluka.
Aku tau, aku tidak tampak seperti orang yang sangat tegar. Tapi aku mencintaimu.
Alunan melodi yang selalu di elu-elukan.
Penutur kata indah yang di dambakan.

Aku pernah mencintaimu, dan aku sudah melakukan yang terbaik.
Kita pernah menciptakan bahagia, kusebut..
Kenangan kecil bernama senyuman, betapa manisnya saat mengingatnya.

Kita pernah berlari melawan angin,
Tertawa sampai menangis,
Terjatuh hingga terluka,
Tapi kini yang kurasa hanyalah kehancuran karna perpisahan.

Kita tak perlu larut dalam kenangan, walau ku tau hanya aku yang terlalu mengenangnya.
Waktu takkan pernah terulang, meski menunggu seribu tahun lamanya.


Kenangan itu sudah selesai.
Masa yang kini telah habis tercipta, ter untuk senyum yang menghiasi luka.

Kepada hati yang dulu pernah berharap, ku ciptakan luka untukku sendiri.
Untuk luka yang kini tergores kuharap ini cepat kering, agar aku tak perlu khawatir jika dia kembali menambahkan luka yang lebih dalam.

Terlukis bunga untuk penawar rindu, tercipta air mata dari sang perindu.
Kau ciptakan kenangan menyenangkan,
Setiap sudut kota ini menyimpan kenangan manis tentang senyummu, kenangan yang takkan lagi pernah terjadi.

Kau tau apa yang ku suka dari musim semi? Dia selalu kembali hadir dari musim gugur.

Mereka pasti tau apa yang ku maksudkan dari musim semi, 
Mereka akan mengerti betapa sakitnya menyaksikan dedaunan kering yang dulu menggantung dipohon cemara, kini daun-daun itu gugur pada masa nya yang telah tiba.
Tapi tetap kembali saat musim semi kembali hadir.

Aku mengerti jika cemara selalu membutuhkan suasana baru pada musimnya, namun ketahuilah bahwa takdir tuhan yang menciptakan daun-daun itu tumbuh menemani cemara.

Untuk senyum yang kini meninggalkan luka, kuharap dia ingin kembali hadir untuk di temani.


Penjual Kenangan (2)

Malam ini aku mengingatmu sebagai Penjual Kenangan yang meninggalkan luka. 

Menatap dari kesalahan yang lalu tidak membuatku belajar.
Kita memang tidak selalu bisa memahami perasaan seseorang, setidaknya sebelum kita mencoba.
Aku bisa berusaha mati-mati an sementara tidak menyadari usahaku yang sia-sia itu hanya memperburuk keadaan.

Dan kamu hanya terbungkam, tidak sepatah kata terucap, terus menerus seperti itu.
Membuatku menyadari bahwa semua hal yang ku perjuangkan tak berguna lagi.
Semakin kamu bungkam, semakin aku menyadari bahwa apa yang ku perjuangkan sekarang hanyalah batasan angan yang terlampau jauh.
Satu kata maaf.

Akan ada setitik cahaya jika kamu masih menginginkan gelap.
Namun saat cahaya itu berhenti menuntunmu keluar dari kegelapan. Percayalah, kamu hanya akan menyesalinya.

Aku terus berpikir tentang apa yang harus ku lakukan sekarang, tanpa berpikir apa yang telah ku lakukan kemarin.

Menatapmu kini tak lagi jadi kebiasaan,
Paras indah dengan senyum simpul yang membuatnya menjadi kombinasi sempurna kini telah hilang.
Hanya rasa takut, bahkan saat melirik matamu sekejap.
Hujan sepertinya tau kapan saat pipi ini harus tersamarkan.
Raungan petir seakan mengerti bahwa suara tangis ini harus teredam.

Kamu tau, apa yang ku takuti sejak dulu?
Perubahan dan Perpisahan
Mereka memang tidak sama, namun satu paket menuju kesakitan.

Kamu merasakan apa yang diperjuangkan untuk melawan perubahan, namun takdir tuhan berkata lain.
Perpisahan yang menyakitkan itu berujung.




Salam perpisahan itu memang menyedihkan dimasa kita selesai berusaha dan berjuang demi suatu hal.