Salam rindu untuk pemilik senyuman.

Sesekali aku menatap layar ponsel, berharap ada sebuah pesan darimu.

Sebuah senyum yang dulu terukir indah kini tak lagi terlihat.
Tatapan mata penuh kenangan itu tak lagi tercipta.

Hening.
Kini tak ada lagi yang meneriaki namamu, bibirku terkunci rapat walau hanya sekedar menyapamu.
Tak ada lagi wanita yang berdiri disampingmu kini, hanya bayangan yang menemani setiap langkah kakimu.

Tidakkah kau merindukan kenangan kecil itu? Sekedar senyum atau sapaan ini?
Aku begitu merindukanmu.
Tak ada lagi yang bisa ku kerjakan sekarang, hal-hal bodoh untuk menggangguimu kini tlah kutinggalkan.
Perpisahan ini menyakitkan.
Kubiarkan aku melewati ini, seolah-olah sudah sanggup menanggung bebannya.

Sisa-sisa kenangan yang menggerogoti rindu ini, sakit sekali saat mengingatnya.
Tak lagi ku biarkan tinta pena menulis indah namamu, hanya sajak penuh kerinduan yang terukir dalam namamu.
Sebuah nama yang memiliki kerinduan dengan keraguan yang membuatku berpikir yang aneh-aneh.

Ketika mentari terbit, ku sampaikan pada embun pagi bahwa rindu ini terus berhebus layaknya angin sejuk dipagi hari.
Saat siang tiba, ku alirkan rindu ini seperti sinar matahari yang melekat pada bumi.
Namun ketika malam tiba, hanya ku pancarkan saja seperlunya layaknya gemerlap bintang yang tau bahwa tak ada lagi yang lebih bersinar selain bulan dan dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar