Aku hanya tak ingin terluka, pada waktu yang ingin menjawab semua pertanyaan tentangmu..

Hari berganti demi hari.
Waktu seiring berdampingan dengan impian.
Dan kamu berlari mengejar impian bersama waktu yang melewati hari..

Detak jarum jam kini tak terdengar sma lagi, seakan waktu menunjukan padamu bahwa aku merindumu.

Hembusan angin kini terasa lebih dingin di musim panas. Aku tidak mengerti, harus nya dia lebih panas dari terik mentari. Dan aku hanya tak ingin mengerti.
Punggung yang kesepian itu kini tlah berbalik, tetap tidak menyadari atau mungkin pura-pura tidak tahu.
Dan semakin aku menatapnya itu malah membuat luka paling dalam dihatiku.

Mata coklat yang tajam..
Rahang yang tegas..
Senyum pipit yang indah..
Sempurna sekali ciptaan tuhan yang satu ini.
Membuatku lebih jatuh cinta dari sebelumnya..

Aku mengenalnya.
Sesosok punggung yang kesepian, hanya berjalan tanpa menyadari orang-orang disekitarnya.
Dan aku tertarik untuk menggodanya, hingga aku terkena panah asmara nya.

Punggung yang kesepian.
Begitulah aku menyebutnya.
Semakin hari hubungan kami membaik, dia tidak seperti yang mereka bayangkan dan aku cukup mengenalnya dibandingkan mereka.

Dan semakin hari aku mengenalnya lebih baik. Entahlah perasaanku mengatakan seperti itu, dan perasaan ini termakan Cinta.
Hari demi hari kita lewati bersama. Tidak terlalu menyenangkan tapi menciptakan harapan untukku.
Kebahagian terbesar selain bersama keluargaku.
Rumah kedua untukku berkeluh kesah.

Dan kamu adalah alasan untuk air mata yang tak pernah mengering di malam hari.
Air mata ini..
Aku bahkan tak bisa membedakannya, air mata rindu atau air mata kekecewaan.
Semua terasa samar..

Kamu memang bukan tipe orang yang banyak bicara dan bertindak, kupikir memang kamu seperti itu terhadap semua wanita. Dan aku salah.

Aku tidak menyadari nya.

Semakin aku melewati hari-hari semakin aku mengenalmu seiring berjalannya waktu, kamu tidak berubah. Atau aku yang tak pernah menyadari nya.

Aku tau kamu memang tidak terlihat seperti orang yang penuh dengan kasih sayang, dan aku tetap berharap kamu menyimpan perasaan itu.
Aku tau aku seperti orang yang sudah mengenalmu sedari bayi.

Dan aku percaya padamu.
Tidak ada alasan kenapa harus begitu mempercayaimu, yang ku tau, aku Jatuh Cinta dengan punggung yang kesepian ini.

Namun beberapa orang berkata kenapa harus begitu mencintaimu dan mempercayai semua hal bodoh? Toh nyatanya kamu tidak pernah bersikap berterima kasih atau sekedar menyadari perasaanku.

Aku buta.
Cinta memang membuatmu buta untuk melihatnya, seakan semua yang dilakukannya adalah hal baik.
Apapun kulakukan untuk membantunya.
Seperti tertimpa bebatuan yang jatuh dari langit, aku seperti tertampar pada kenyataan.

Bahwa aku hanyalah alat bantu untuk nya.

Mungkin aku pernah menyadari itu di waktu yang lalu namun semua tertimbun dengan Cinta.
Aku yang kini sadar, seperti tertimpa reruntuhan langit.
Dan aku hanya takut menerima kenyataan bahwa aku hanyalah alasan saat dia membutuhkan sesuatu. Dan kini terjawab sudah, aku memanglah itu.

Alasan kenapa kamu selalu mencariku..

Dan aku tetap mencintai mu meski aku tau. Bahwa aku hanyalah tempat saat kamu membutuhkan sesuatu.

Salam rindu untuk pemilik senyuman.

Sesekali aku menatap layar ponsel, berharap ada sebuah pesan darimu.

Sebuah senyum yang dulu terukir indah kini tak lagi terlihat.
Tatapan mata penuh kenangan itu tak lagi tercipta.

Hening.
Kini tak ada lagi yang meneriaki namamu, bibirku terkunci rapat walau hanya sekedar menyapamu.
Tak ada lagi wanita yang berdiri disampingmu kini, hanya bayangan yang menemani setiap langkah kakimu.

Tidakkah kau merindukan kenangan kecil itu? Sekedar senyum atau sapaan ini?
Aku begitu merindukanmu.
Tak ada lagi yang bisa ku kerjakan sekarang, hal-hal bodoh untuk menggangguimu kini tlah kutinggalkan.
Perpisahan ini menyakitkan.
Kubiarkan aku melewati ini, seolah-olah sudah sanggup menanggung bebannya.

Sisa-sisa kenangan yang menggerogoti rindu ini, sakit sekali saat mengingatnya.
Tak lagi ku biarkan tinta pena menulis indah namamu, hanya sajak penuh kerinduan yang terukir dalam namamu.
Sebuah nama yang memiliki kerinduan dengan keraguan yang membuatku berpikir yang aneh-aneh.

Ketika mentari terbit, ku sampaikan pada embun pagi bahwa rindu ini terus berhebus layaknya angin sejuk dipagi hari.
Saat siang tiba, ku alirkan rindu ini seperti sinar matahari yang melekat pada bumi.
Namun ketika malam tiba, hanya ku pancarkan saja seperlunya layaknya gemerlap bintang yang tau bahwa tak ada lagi yang lebih bersinar selain bulan dan dirinya.

Masa yang kini telah habis tercipta, ter-untuk senyum yang menghiasi luka.

Aku tersenyum seperti orang yang tidak menyimpan luka, padahal kau tau hatiku sungguh terluka.
Aku tau, aku tidak tampak seperti orang yang sangat tegar. Tapi aku mencintaimu.
Alunan melodi yang selalu di elu-elukan.
Penutur kata indah yang di dambakan.

Aku pernah mencintaimu, dan aku sudah melakukan yang terbaik.
Kita pernah menciptakan bahagia, kusebut..
Kenangan kecil bernama senyuman, betapa manisnya saat mengingatnya.

Kita pernah berlari melawan angin,
Tertawa sampai menangis,
Terjatuh hingga terluka,
Tapi kini yang kurasa hanyalah kehancuran karna perpisahan.

Kita tak perlu larut dalam kenangan, walau ku tau hanya aku yang terlalu mengenangnya.
Waktu takkan pernah terulang, meski menunggu seribu tahun lamanya.


Kenangan itu sudah selesai.
Masa yang kini telah habis tercipta, ter untuk senyum yang menghiasi luka.

Kepada hati yang dulu pernah berharap, ku ciptakan luka untukku sendiri.
Untuk luka yang kini tergores kuharap ini cepat kering, agar aku tak perlu khawatir jika dia kembali menambahkan luka yang lebih dalam.

Terlukis bunga untuk penawar rindu, tercipta air mata dari sang perindu.
Kau ciptakan kenangan menyenangkan,
Setiap sudut kota ini menyimpan kenangan manis tentang senyummu, kenangan yang takkan lagi pernah terjadi.

Kau tau apa yang ku suka dari musim semi? Dia selalu kembali hadir dari musim gugur.

Mereka pasti tau apa yang ku maksudkan dari musim semi, 
Mereka akan mengerti betapa sakitnya menyaksikan dedaunan kering yang dulu menggantung dipohon cemara, kini daun-daun itu gugur pada masa nya yang telah tiba.
Tapi tetap kembali saat musim semi kembali hadir.

Aku mengerti jika cemara selalu membutuhkan suasana baru pada musimnya, namun ketahuilah bahwa takdir tuhan yang menciptakan daun-daun itu tumbuh menemani cemara.

Untuk senyum yang kini meninggalkan luka, kuharap dia ingin kembali hadir untuk di temani.


Penjual Kenangan (2)

Malam ini aku mengingatmu sebagai Penjual Kenangan yang meninggalkan luka. 

Menatap dari kesalahan yang lalu tidak membuatku belajar.
Kita memang tidak selalu bisa memahami perasaan seseorang, setidaknya sebelum kita mencoba.
Aku bisa berusaha mati-mati an sementara tidak menyadari usahaku yang sia-sia itu hanya memperburuk keadaan.

Dan kamu hanya terbungkam, tidak sepatah kata terucap, terus menerus seperti itu.
Membuatku menyadari bahwa semua hal yang ku perjuangkan tak berguna lagi.
Semakin kamu bungkam, semakin aku menyadari bahwa apa yang ku perjuangkan sekarang hanyalah batasan angan yang terlampau jauh.
Satu kata maaf.

Akan ada setitik cahaya jika kamu masih menginginkan gelap.
Namun saat cahaya itu berhenti menuntunmu keluar dari kegelapan. Percayalah, kamu hanya akan menyesalinya.

Aku terus berpikir tentang apa yang harus ku lakukan sekarang, tanpa berpikir apa yang telah ku lakukan kemarin.

Menatapmu kini tak lagi jadi kebiasaan,
Paras indah dengan senyum simpul yang membuatnya menjadi kombinasi sempurna kini telah hilang.
Hanya rasa takut, bahkan saat melirik matamu sekejap.
Hujan sepertinya tau kapan saat pipi ini harus tersamarkan.
Raungan petir seakan mengerti bahwa suara tangis ini harus teredam.

Kamu tau, apa yang ku takuti sejak dulu?
Perubahan dan Perpisahan
Mereka memang tidak sama, namun satu paket menuju kesakitan.

Kamu merasakan apa yang diperjuangkan untuk melawan perubahan, namun takdir tuhan berkata lain.
Perpisahan yang menyakitkan itu berujung.




Salam perpisahan itu memang menyedihkan dimasa kita selesai berusaha dan berjuang demi suatu hal.

Kenangan di ujung jalan.

Setiap langkah yang kita lalui menyusuri jalan meski dengan setapak kaki.

Kemana pun kaki ini melangkah kamu tetap sebuah jalan,
Sejauh apa pun kaki ini berlari kamu tetap sebuah jalan,
Dimana pun kaki ini berpijak kamu tetap hanya sebuah jalan.

Cinta pernah memihak pada kenyataan, bahwa kamu adalah jalan kembali menuju rumah.
Sayang pernah berharap, bahwa kamu adalah jembatan. Tempatku melewati aliran sungai yang menakutkan.
Namun kamu hanyalah sebuah gang berlabirin yang sempit, yang membuat cinta sulit menemukan ujung jalan. Kamu hanyalah gemerlap lampu malam yang hanya menyinari tanpa menerangi.

Kenangan di ujung jalan.
Begitu aku menyebutnya.
Membuatku sulit menemukan ujung jalan yang selalu mereka bicarakan.
Seperti sebuah labirin yang berkelok dan membingungkan. Kupikir jalan menuju hatimu hanya terpampang lurus tapi jika diteliti banyak sekali belokan kanan dan kiri yang langsung keluar dari hatimu.

Awalnya kupikir kamu adalah jalan bebas hambatan namun kenyataannya berbagai macam masalah ku lalui. 

Lalu aku berpikir, kamu hanyalah jalan perkotaan yang ramai di lalu lalang oleh semua orang. 

Namun kamu begitu spesial.

Seperti jalan yang mendaki puncak gunung, terlihat cukup mudah namun kenyataannya menantang.

Terlihat biasa saja namun kenyataannya butuh perjuangan. Setimpal dengan keindahan yang disugukan di puncak sana.

Namun kamu tau setiap jalan tidak sepadan dengan kenyataan, kamu hanya sebuah gang di dalam kenangan di ujung jalan.





Kusebut itu kenangan.
Hanya melewati tanpa menetap, seperti jalan yang jarang kau lalui.
Ku sebut jalan itu dengan sebutan rindu, seperti lubang yang menemani jalan.
Dia tau caranya kembali meski beberapa kali diperbaiki.

Penjual kenangan

Tak kan pernah tau arti sebuah jawaban jika setiap pertanyaan selalu terjawab dengan senyuman.
Bisakah membedakan senyuman kebahagian, kesedihan ataupun penyesalan.

Tidak semua kata maaf mengobati luka, begitu halnya seperti menggali lubang lalu kau menaruh sesuatu didalamnya lalu menguburnya tanpa memberi tanda.
Saat ingin menggalinya kembali dia telah hilang terpendam didasar penuh kegelapan.

Memaafkan tidak seperti rembulan, yang kembali hadir setiap malam walau tau sudah ada bintang yang menyinari.
Dan kau tidak seperti cahaya, yang aku butuhkan saat tau kegelapan menyelimuti.
Kau bukan kepingan puzzle yang ada untuk melengkapi, kau layaknya kilatan cahaya petir yang datang lalu pergi.
Kuharap kau seperti pelangi yang selalu hadir setelah turun hujan.
Tak perlu terlalu jelas asalkan pancaran warnamu terlihat meski memudar.
Kuharap kau seperti bau selepas hujan, selalu sama. Tercampur dengan debu dan bau tanah yang menyatu.

Kau bukanlah gadis penjual korek api, yang datang menjajakan kehangatan. Tapi kau seperti korek yang tau rasanya menjadi sumber kehangatan walau menghabiskan sisa hidupmu untuk kehangatan itu.
Tapi kenyataannya kau bukanlah korek api seperti yang dijual gadis itu, kau seperti korek gas yang bisa di isi ulang saat habis lalu menghilang seperti dicuri.
Dan kuharap kau tidak seperti seorang penjual kenangan.